Regulasi

Aturan Diskriminasi Sawit Berlaku, Indonesia Tunggu 2021 Tinjau Kembali 

JAKARTA-Keputusan yang mendiskriminasi sawit oleh Uni Eropa yang termaktub di dalam aturan turunan Arahan Energi Terbarukan II (Renewable Energy Directives/RED II) atau yang juga dikenal degan Delagated Act, tetap akan diberlakukan bulan depan. Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, usai melakukan misi bersama ke markas Uni Eropa di Brussel, Belgia.    

"Keputusan mengenai RED II Delegated Regulation akan terbit paling lambat dalam waktu 2 bulan [terhitung sejak 13 Maret]. Bahkan, bisa terjadi keputusan itu melalui silent procedure tanpa dibahas di Parlemen Eropa namun langsung berlaku," ujar Darmin dalam konferensi pers di kantornya, Jumat, 12 April 2019.

Aturan itu sendiri dijadwalkan akan berlaku pada 12 Mei 2019 mendatang, tepat pada pukul 00.00 waktu setempat.

Kendati demikian, Komisi Eropa menawarkan pembentukan platform atau tim bersama untuk mengkaji ulang data dan metodologi dalam Delegated Regulation tersebut pada 2021. Di sini, RI berkesempatan untuk meyakinkan UE bahwa komoditas minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) tidak beresiko tinggi (high risk) terhadap perubahan penggunaan lahan dan deforestasi.

"Regulasi mereka tentu tidak akan berubah, tapi kita bisa meyakinkan mereka supaya CPO tidak lagi dikategorikan high risk. Jadi, di 2021 ada kesempatan pembahasan kembali melalui komunikasi, pembaruan data dan kunjungan anggota Parlemen Eropa ke kebun-kebun sawit kita," katanya seperti yang dilaporkan CNBC. 

Dalam keterangan resmi Delegasi UE untuk Indonesia yang diperoleh CNBC Indonesia, disebutkan bahwa Komisi Eropa akan mengkaji ulang data dan metodologi ILUC (indirect land-use change) pada 2021 dan akan melakukan revisi Delegated Regulation pada 2023.

Pada saat itu, segala upaya perbaikan tata kelola industri sawit RI melalui sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil), Inpres No. 8 Tahun 2018 soal moratorium izin dan ekspansi lahan kelapa sawit, kebijakan satu peta, dan Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB) akan diperhitungkan oleh UE.

"Jadi, mereka yang menawarkan supaya dapat pembaruan data, metodologi dan informasi terbaru. Arahnya adalah untuk memperkecil perbedaan persepsi antara masyarakat Eropa soal sawit dan fakta yang ada di lapangan," jelasnya.(rdh)


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar